Leadership sering disalah artikan dengan jabatan, dan menganggap bahwa Leadership adalah jabatan untuk bersikap otoriter, memberikan instruksi dan semua anggota tim mengikuti apa yang diinginkan sang Leader. Mungkin beberapa dekade atau abad yang lalu, kondisi ini dapat efektif, tetapi dengan arus teknologi yang cukup deras dan banyak orang yang lebih melek pengetahuan, gaya seperti ini tidak selalu efektif. Leadership yang efektif jauh lebih kompleks dan mellibatkan banyak ketrampilan, yang fokusnya bukan pada kemampuan teknis tetapi justru kepada kemampuan soft skill dan termasuk kemampuan memahami diri sendiri dan orang lain, dan yang tidak kalah pentingnya adalah pengelolaan emosi.
Dalam sebuah perbincangan antar anggota tim yang selalu dibicarakan bukan kemampuan teknis lagi apabila berdiskusi mengenai sang Leader. Pastinya yang dibicarakan selalu adalah kemampuan pengelolaan emosi seperti si Bapak anu galak, si Ibu itu gampang emosi dll. Dalam diskusi-diskusi mengenai potensi seseorang untuk naik ke jenjang karir berikutnya pastinya yang menjadi bahan diskusi adalah bagaimana behavior ataupun pengelolaan emosi seseorang. Apa penyebabnya? Karena jabatan ekesekutif atau managerial tidak otomatis menjadikan seseorang adalah sebagai Leader yang mumpuni.
Seorang Leader adalah seseorang yang bisa membawa perubahan, mampu mempengaruhi orang lain (tidak harus dengan cara otoriter) dan mendorong tim atau komunitas untuk mencapai tujuan yang lebih besar. Semua itu baru bisa tercapai apabila seorang Leader berhasil dan mempunyai kemampuan memimpin diri sendiri. Sebelum seseorang bisa memimpin orang lain, maka orang tersebut harus bisa memahami dan memimpin diri sendiri yang meliputi pengelolaan waktu, disiplin diri serta pengambilan keputusan. Kondisi ini harus dimulai dari kemampuan untuk identifikasi kekuatan dan kelemahan pribadi diri sendiri dan menggunakan potensi dalam diri untuk bisa lebih efisien dan efektif.
Kecerdasan emosi adalah salah satu aspek kritis dalam Leadership. Kecerdasan emosi adalah kemampuan untuk memahami dan mengelola emosi sendiri serta emosi orang lain. Kecerdasan emosi menurut Daniel Goleman, seorang psikolog dan penulis buku Emotional Intelligence dibagi menjadi lima elemen yaitu:
- Kesadaran Diri (Self Awareness)
Kemampuan untuk mengenali dan memahami emosi, kelemahan, kekuatan, nilai-nilai dalam diri, motivasi diri sendiri. Individu yang memiliki kesadaran diri biasanya lebih mampu mengevaluasi diri mereka sendiri secara obyektif dan mempunyai rasa nyaman karena tingkat percaya diri dan merasa aman yang tidak terpengaruh dari lingkungan sekitar.
- Pengelolaan Diri (Self Regulation)
Kemampuan untuk mengontrol dan mengelola tingkat impulsive, mood dan emosi yang mengganggu. Orang yang sudah memiliki tingkat pengelolaan diri yang tinggi mempunyai ketrampilan untuk mengontrol diri, kepercayaan diri dan adaptasi pada segala situasi.
- Motivasi
Orang yang mempunyai kemampuan mengelola emosi cenderung lebih mudah termotivasi untuk focus pada tujuan tanpa mudah dipengaruhi dari eksternal. Mereka juga lebih mampu menghadapi kegagalan dan tantangan dalam pencapaian tujuan mereka dan cepat untuk beradaptasi untuk bangkit Kembali.
- Kemampuan sosial
Kemampuan untuk mengelola hubungan, membangun jaringan, merasakan dan mempengaruhi keadaaan emosi orang lain. Kemampuan ini membuat seseorang dapat bekerjasama sebagai bagian dari tim terutama dalam struktur organisasi.
- Empati
Kemampuan untuk memahami emosi yang muncul dari orang lain, dan memahami dinamika yang terjadi dalam hubungan termasuk kebutuhan dan perasaan orang lain.
Semua kemampuan Emotional Intelligence diatas atau kemampuan pengelolaan emosi, penting untuk dimiliki oleh seorang Leader. Kalau dilihat dari kemampuan seseorang bisa memahami dan mengelola diri sendiri, seseorang akan mudah untuk mengenali tanda-tanda dalam tubuhnya dan organisasi yang dipimpinnya yang akan berpengaruh kepada bagaimana seseorang atau tim bisa berperan dalam satu organisasi.
Salah satu contoh adalah mengelola kondisi emosional diri seperti rasa marah dan tidak sabar menghadapi anggota tim yang sulit untuk memahami satu proses. Salah satu klien yang pernah saya tangani, merasa kesulitan untuk diskusi dengan anggota tim dan beliau sadar bahwa sering sekali pemicu nya adalah emosi yang sangat cepat tersulut, sehingga anggota tim merasa takut menghadapi beliau, dan itu berpengaruh kepada level kepercayaan dan kenyamanan tim berkomunikasi. Saya mengajak sang klien untuk berproses dan melakukan refleksi diri, dan akhirnya beliau menyadari bahwa tanda-tanda emosi nya naik sebenarnya dapat terdeteksi, dan selama ini apabila emosi tidak memuncak, beliau akan lebih mudah berempati dan lebih dapat mengelola diri. Yang harus dilakukan oleh beliau adalah mengenali tanda emosi sedang mulai naik, dan sebelum sampai puncak, beliau harus cepat-cepat berpikir untuk mengendalikan. Karena kalua sudah memuncak maka beliau akan lebih susah menghadapi anggota tim.
Kondisi diatas menggambarkan bagaimana seseorang dapat melakukan pengelolaan diri dan apabila kemampuan ini dimiliki seorang Leader maka dinamika tim akan lebih terjaga dan pada akhirnya akan berdampak kepada produktivitas tim tersebut. Dibawah ini adalah beberapa dampak dari kemampuan pengelolaan emosi yang dimiliki oleh seorang Leader:
- Membangun interkoneksi antar anggota tim dan tim lain.
Apabila seorang Leader mempunyai kemampuan emosi yang terjaga maka sang Leader akan bise memahami dan terhubung dengan baik dengan semua orang baik dalam tim yang dipimpin maupun orang-orang di luar tim yang berpengaruh kepada kemajuan atau kesuksesan tim. Hal ini karena hubungan yang terjalin tidak didasari oleh rasa takut atau tidak nyaman.
- Pengambilan keputusan yang lebih efektif
Pengambilan keputusan yang tidak didasari oleh kondisi emosi akan lebih mudah mengurangi potensi pengambilan keputusan yang impulsive dan berguna secara jangka pendek tetapi juga yang berdampak kepada kemajuan dan kesuksesan tim di masa mendatang.
- Mengurangi level stress
Bayangkan Anda berada di dalam tim atau lingkungan yang banyak menggunakan emosi dalam berkomunikasi, baik emosi amarah, sedih ataupun takut, maka Anda akan merasakan hal yang sama setiap saat. Dan kondisi ini akan mempengaruhi diri sendiri secara jangka panjang karena pikiran, hati dan badan harus selalu dalam keadaan terjaga. Ini dapat menyebabkan seseorang merasa stress karena tidak nyaman dengan situasi ini. Hal ini pernah dialami oleh salah satu klien saya yang harus terus menerus bersiaga untuk situasi terburuk, dan tanpa disadari beliau mengalami kesulitan tidur karena rasa was was terus menerus. Kondisi ini adalah sinyal tubuh yang memperingatkan diri manusia bahwa ada sesuatu yang mempengaruhi kondisi tubuh.
- Menjaga moral tim
Pada akhirnya dalam tim tidak akan terjalin hubungan yang kondusif. Tim akan saling menyalahkan atau bahkan saling curiga, baik terhadap Leader maupun sesame anggota tim. Yang akan terjadi adalah tim tidak dapat bekerjasama karena semua mau menyelamatkan pekerjaan atau karir masing-masing.
Kondisi diatas memperlihatkan bahwa seorang Leader HARUS mempunyai kemampuan pengelolaan emosi yang baik, untuk membawa tim dapat maju dan mencapai kesuksesan. Hal ini terutama apabila di dalam dunia korporasi. Saat seseorang mendapatkan kepercayaan untuk menduduki satu jabatan memimpin tim maka yang harus mulai dipersiapkan bukan saja pengetahuan teknis, tetapi yang harus mulai disadari adalah bagaimana dia akan mempersiapkan dri membangun tim dengan mengenali emosi diri sendiri. Melatih pengelolaan emosi dapat dilakukan dengan banyak melakukan refleksi dan juga lebih banyak menggunakan kemampuan mendengar dari sekitar sehingga pada akhirnya akan terlatih untuk mengenali, memahami dan akhirnya mengelola diri sendiri dan tim untuk mencapai kesuksesan dari goal yang ingin dicapai.
Apabila Anda ingin dapat mengetahui bagaimana Anda bisa mengelola emosi dalam diri dan untuk kebutuhan tim, Anda dapat menghubungi nomor yang tertera dalam website ini.